Tampilkan postingan dengan label bakso. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bakso. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Mei 2017

Laris Manis Bakso Tiga Ribu Rupiah per Mangkok

Tayang ulang:
Saya dan teman-teman guru sering mencoba kuliner yang ada di sekitar kecamatan.  Makan siang dengan menu sederhana, murah meriah dan sesuai dengan kantong. Biasanya kami makan bareng, bergantian “bendaharanya”.
Mencoba makan di warung soto, warung makan sederhana yang menyediakan berbagai macam sayur dan lauk. Ada sop ayam, sambel tumpang (sambel khas Solo dan sekitarnya), pecel, sayur lodeh, oseng-oseng buncis/kacang panjang, oseng-oseng kikil sapi, rica-rica ayam, sayur daun mbayung (daun kacang panjang), garang asem, gudeg dan sambel goreng, brongkos, ayam bakar, ayam goreng, lele, tahu dan tempe mendoan. Tentunya masih banyak variasinya.
Suatu saat kami menikmati mie ayam bareng-bareng di sekolah setelah memesan mie ayam di warung makan dekat rumah sakit. Biasanya setelah memesan, “Mas Pendek, pedagangnya”  membawakan pesanan ke sekolah.
Atau, kami rela melakukan perjalanan “agak jauh” demi semangkuk “Soto Mbok Giyem” cabang dari Boyolali. Yang penting setiap orang tidak boleh lebih dari sepuluh ribu rupiah. Kalau pas bokek semua, kami sepakat untuk “tongji” alias potong gaji. Nah, untuk yang satu ini bendahara sekolah memang harus tega mengeluarkan guntingnya (untuk memotong gaji secara pukul rata).
Tiba-tiba teman saya mengajak saya makan di warung bakso. Katanya ada warung bakso, baru dibuka, lokasinya tidak jauh dari sekolah kami. Tepatnya di sebelah timur Obyek Wisata Sondokoro (kurang lebih setengah kilometer).
Mula-mula kami berdua mencoba. Memang benar, bakso semangkuk isi 6 butir harganya tiga ribu rupiah. Enak dan halal, tidak menipu. Uang lima belas ribu masih ada kembalian. Bakso 2 porsi, 2 minuman, gorengan dan rambak. Murah!
Hari berikutnya kami datang satu rombongan, delapan orang. Uang lima puluh ribu, masih ada kembalian. Ya, bakso murah, tidak menipu, enak dan halal. Bakso tersebut adalah bakso ayam.
Di rumah, saya iseng-iseng menghitung secara garis besar. Beberapa hari yang lalu saya membuat bakso sendiri. Setengah kg daging ayam dan setengah kg daging sapi. Setelah menjadi adonan plus ongkos pembuatan serta campurannya, biaya yang saya keluarkan sebesar Rp. 72.000,00.
Saya buat butiran ukuran sedang, ternyata saya dapatkan 240 butir. Bila saya jualan bakso per mangkok isi 6 butir, maka jadi 40 porsi. Satu porsi 3000 rp, maka uang yang saya dapatkan 120 ribu rp. Tinggal hitung saja keuntungannya. Itu saja bakso campuran daging sapi dan daging ayam. Coba seandainya baksonya terbuat dari daging ayam semua, biayanya akan lebih sedikit. Maka keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak
Pantas saja ada warung bakso yang menjual per mangkuknya dengan harga murah.  Sepertinya di Karanganyar penjualan bakso ayam ini prospeknya masih bagus. Barangkali ada yang mau mencoba bisnis ini. Silakan saja dicoba! (SELESAI)

Karanganyar, 16 Juli 2014 

Selasa, 23 Februari 2016

Masakan Padang Pedasnya Bikin Pyar

Ketika teman saya hendak membeli maksi, saya ikut saja. Pokonya manut nanti akhirnya ke warung makan mana. Ternyata ada 2 tempat untuk memesan makanan. Pertama warung bakso. Yang kedua warung makan nasi sayur. Saya kebagian memesan mie ayam bakso. Warung mie ayam bakso ini hanya berseberangan dengan warung makan nasi sayur.

Setelah selesai membeli maksi, kami kembali ke sekolah. Saya termasuk yang makan mie ayam tanpa bakso. Selesai makan mie ayam, meja saya ada yang menaruh bungkusan nasi masakan padang. Wah, ini sepertinya rezeki nomplok. Allah selalu tahu kebutuhan saya. Di saat uang dalam dompet menipis kok ya ada yang membari maksi. Alhamdulillah, gimana kalau gini kok masih kurang syukur nikmat.

Tapi saya tidak serakah. Mosok lah lagi wae maem mie ayam kok arep makan masakan padang. Pasti teman-teman akan kaget dan bilang,"Bu Ima ususe dawa. Weteng apa karet?"

Yang jelas, saya tau ilmunya kok. Jangan berlebihan. Maka masakan padang saya bawa pulang. Sore menjelang maghrib (entahlah, nek basa Jawanya sega mbedhedheg alias tidak karuan kalau dimakan), nasi itu tetap saya makan. Setelah khusyu berdoa, alhamdulillah nasinya masih enak. Apalagi sayur dan sambelnya bikin mak pyar. Ada kuah rendang yang bikin ketagihan menyantap. 

Siapa yang sudah pernah membeli makanan di Rumah Makan Masakan Padang? Pasti sudah tahu porsi nasinya kan. Banyak sekali! Kok ya ndilalah, sebungkus habis tanpa sisa. Eh, masih ada sisanya kok, yaitu tulang paha ayam dan bungkusnya hehe. 

Bicara masakan padang, saya jadi ingat tahun 1999 waktu hamil nok Faiq. Tiap ada kesempatan Ayah selalu membelikan nasi masakan Padang. Langsung pyar, tak ada yang tersisa sedikitpun.